SURABAYA, Jatim.News – Memasuki tahun anggaran 2023, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemprov Jatim tercatat telah menetapkan 2 paket mamin (makanan dan minuman) senilai pagu Rp 3 milyar atau tepatnya Rp 2.991.000.000.
Kedua paket tersebut adalah belanja Makanan Siap Saji dengan kode RUP 41801408 yang dipagu sebesar Rp 1.275.000.000, serta paket belanja Makanan Tambah Gizi dengan kode RUP 41848103 dan dipagu sebesar Rp 1.716.000.000. Sehingga total pagu kedua paket adalah Rp 3 milyar kurang Rp 9 juta.
Hingga berita ini ditulis, Sabtu (12/8/2023), belum diketahui apakah kedua paket yang dilaksanakan secara epurchasing itu sudah terserap atau belum. Juga, tidak diketahui, item menu seperti apa yang dimaksud dengan makanan siap saji dan makanan tambah gizi.
Merujuk data sirup LKPP 2023, tepatnya pada kolom deskripsi, nampak tidak ada penjelasan tentang spesifikasi menu. Pada lembar rencana pengadaan itu hanya disebutkan makanan siap saji sebanyak 15 ribu buah, serta makanan tambah gizi sebanyak 22 ribu pics atau kotak.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka harga satuan untuk makanan siap saji (Rp 1.275.000.000 dibagi 15.000) adalah Rp 85 ribu per pics, serta harga satuan makanan tambah gizi (Rp 1.716.000.000 dibagi 22.000) adalah Rp 78.000 per pics/kotak.
Sementara merujuk harga satuan tertinggi untuk nasi kotak sesuai Pergub Jatim adalah Rp 44.000 per kotak. “Maka jika item makanan siap saji dan makanan tambah gizi bisa disetarakan dengan nasi kotak, berarti terjadi kemahalan harga sebesar Rp 41 ribu dan Rp 34 ribu per kotak, “tegas seorang Sumber.
Dengan demikian, lanjut Sumber, untuk paket makanan siap saji diduga terjadi mark up sebesar Rp 41 ribu dikalikan 15 ribu kotak berarti Rp 615 juta, serta paket belanja makanan tambah gizi diduga terjadi kerugian negara sebesar Rp 34 ribu dikalikan 22 ribu pics berarti Rp 748 juta. Total kerugian negara berarti Rp 1.363.000.000 atau Rp 1,3 milyar.
Sejauh ini, kedua paket mamin yang dilaksanakan secara epurchasing atau pembelian melalui ekatalog ini belum diketahui siapa penyedia yang dipilih serta berapa harga satuan mamin yang dipatok. Hal ini karena transaksi epurchasing cenderung tertutup dan hanya diketahui pihak pemesan dan penjual (penyedia) saja.
“Karena itu, untuk memastikan dugaan mark up anggaran tidak terjadi, sebaiknya pihak BPBD Jatim selaku pemesan harus bersedia membuka dokumen transaksi yang berlangsung. Jika itu tidak dilakukan, maka dugaan praktik mark up bisa jadi bukan isapan jempol, “tegas Sumber.
Dalam kaitan ini, lanjut Sumber, BPBD Jatim selaku pengguna anggaran negara tidak ada alasan untuk tidak terbuka soal transaksi yang berlangsung. Hal ini karena belanja mamin merupakan informasi publik dan bukan informasi privat. Sehingga statusnya wajib dibuka untuk publik.
Merujuk Undang-undang Nomer 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik, tutur Sumber, pada prinsipnya informasi dibedakan atas 2 kategori besar. Yakni informasi publik dan informasi privat. Informasi publik wajib dibuka secara periodik, sedang informasi privat berlaku sebaliknya.
“Berdasarkan ketentuan (Undang-undang 14/2008) ini, belanja mamin tidak termasuk informasi privat atau informasi berbasis rahasia negara. Sehingga keberadaannya wajib dibuka untuk publik. Jika hal ini tidak dipenuhi, maka BPBD Jatim patut diduga kuat melanggar ketentuan Undang-undang KIP, “urainya.
Bagaimana tanggapan pihak BPBD Pemprov Jatim? Benarkah kedua paket sudah terserap? Jika iya, siapa pihak penyedia dan berapa harga satuan yang dipatok? Adakah kemungkinan pembelian mamin berbalut praktik cashback? Ikuti terus laporannya hanya di Jatim.News. (din)