JOMBANG, Jatim.News – “Ini bukan soal Ormas. Itu masalah kecil. Kita tahu ada ribuan Ormas di tanah air, dan itu hanya soal kebebasan berserikat. Tapi ini adalah soal Pj Bupati Jombang yang ternyata dikalahkan oleh Ormas. Lalu, dimana fungsi negara jika seorang Pj Bupati dikalahkan Ormas? “Tegas Hadi Purwanto kepada Jatim.News, Selasa (21/11/2022).
Juru bicara Aliansi LSM Jombang ini mengaku tidak habis pikir dengan peristiwa aneh yang terjadi di komplek ruko simpang tiga pada Senin sore, (20/11/2023). Aneh, tuturnya, karena kegiatan menempelkan stiker pengosongan ruko oleh Disdagrin dengan kawalan Satpol PP itu berujung gagal.
Pemicunya, karena dilokasi ruko didapati sekelompok orang yang menyebut dirinya Ormas tengah melakukan aksi penghadangan. Anehnya, lanjut Hadi, Disdagrin dan Satpol PP malah memilih menarik diri dari ruko simpang tiga dengan alasan untuk menjaga kondusifitas dan menghindari konflik horisontal.
“Keren banget alasan yang dipilih. Apakah dengan alasan tersebut Disdagrin dan Satpol PP merasa dirinya benar? Memangnya mereka melakukan itu atas dasar apa? Atas perintah siapa? Kok bisa-bisanya mereka balik kucing hanya karena dihalau Ormas? Memangnya bentrok seperti apa yang ditakutkan? “protesnya.
Terhadap aksi penghadangan tersebut, tegas Hadi, seharusnya Disdagrin mempertanyakan legal standing Ormas tersebut. “Dalam kapasitas apa mereka ada disitu? Apakah mereka menerima kuasa dari penghuni ruko? Kalaupun mereka mengantongi surat kuasa, misalnya, apakah secara SOP bisa dibenarkan Ormas melakukan penghadangan? “tambahnya.
Dalam peristiwa itu, Hadi cukup menyayangkan sikap Disdagrin yang lebih memilih lari ketimbang membuat laporan polisi. Sebab, saat itu Disdagrin dan Satpol PP dalam posisi tengah menjalankan tugas kedinasan atau tugas negara. Sehingga siapa pun pihak yang menghalangi dengan cara yang tidak sah, bisa dijerat hukum.
Terlepas tindakan Disdagrin dan Satpol PP yang memilih lari dari komplek ruko tersebut benar atau salah, lanjut Hadi, hal yang patut dicatat adalah bahwa tindakan mereka sebenarnya mencerminkan tindakan pimpinan, yaitu Pj Bupati Jombang. Sebab, apapun bahasanya, Disdagrin dan Satpol PP hanyalah abdi negara yang menjalankan perintah pimpinan.
Ditengah kekacauan yang terjadi, sempat muncul rumor bahwa yang memerintahkan Disdagrin dan Satpol PP adalah Sekda. “Orang goblok mana yang percaya dengan klaim murahan seperti itu. Siapapun tahu bahwa pimpinan tertinggi Pemkab adalah Pj Bupati. Jika benar perintah itu dari Sekda, berati Pj Bupati tidak bekerja dong, apa begitu maksudnya? “tutur Hadi.
Wartawan senior eks jurnalis Harian Surya era orde baru dan era reformasi ini menegaskan, bahwa mundurnya pasukan Disdagrin dan Satpol PP dari ruko simpang tiga tidak bisa lepas dari tanggungjawab pimpinan. Dengan kata lain, tegas Hadi, tindakan mundur tidak akan terjadi tanpa adanya perintah pimpinan.
“Hebatnya, Kepala Disdagrin dan Kasatpol PP sama-sama memilih argumen serupa Yaitu mundur demi menjaga kondusifitas dan menghindari konflik horisontal. Ini kan aneh. Terkesan, bahasa tersebut sengaja dipilih sebagai justifikasi untuk penundaan penutupan ruko. Ini seperti penggiringan opini, “ujarnya.
Sebab, upaya validasi terhadap legal standing ormas belum dilakukan. “Bagaimana disebut konflik horisontal jika kapasitas ormas belum jelas. Apakah mereka punya hak untuk terlibat disitu, atau sebenarnya hanya menghalang-halangi tugas negara saja? Jika ternyata hanya menghalang-halangi ya bukan konflik horisontal, tapi harus ditindak, “tegasnya.
Upaya penggiringan opini terkesan begitu kuat karena penarikan pasukan dibumbui kalimat ambigu. Yakni belum tahu kapan penutupan dilanjutkan. “Sebelum tindakan hukum diambil untuk memastikan legal standing ormas yang menggagalkan penutupan, saya tidak percaya ada situasi krusial disitu. Apapun itu, peristiwa Senin sore adalah bentuk kekalahan Pj Bupati oleh Ormas, “tegasnya. (din)