PERISTIWA

Mengenal Ritual Sembahyang Rebutan di Surabaya: Tradisi Unik Penuh Makna

Jatim.news – Surabaya, kota yang kaya akan sejarah dan budaya, menjadi saksi hidup berbagai tradisi. Salah satu tradisi yang menarik perhatian banyak orang adalah Ritual Sembahyang Rebutan. Ritual ini tidak hanya penuh dengan keunikan, tetapi juga sarat dengan makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat Tionghoa di Surabaya.

Apa Itu Ritual Sembahyang Rebutan?

Ritual Sembahyang Rebutan, atau yang juga terkenal dengan istilah “Cioko” atau “Ulambana”, merupakan salah satu tradisi yang berasal dari kepercayaan masyarakat Tionghoa. Setiap tahunnya, pada bulan ketujuh penanggalan lunar, masyarakat Tionghoa menggelar ritual ini untuk menghormati arwah leluhur dan roh-roh yang berkeliaran di dunia selama bulan hantu.

Pada saat ritual berlangsung, umat berkumpul di kelenteng-kelenteng atau rumah-rumah ibadah, dan mereka memanjatkan doa serta memberikan persembahan berupa makanan, buah-buahan, dan kertas sembahyang. Puncak dari ritual ini adalah saat warga melakukan “rebutan” persembahan yang telah diberkati, yang diyakini membawa berkah dan keberuntungan.

Makna di Balik Rebutan Persembahan

Rebutan persembahan dalam ritual ini bukan hanya sekadar aksi mengambil makanan atau barang-barang secara fisik. Masyarakat meyakini bahwa barang-barang yang berhasil mereka rebut memiliki kekuatan spiritual yang dapat mendatangkan rezeki dan keberuntungan. juga sarana untuk memperkuat ikatan sosial dan spiritual di antara umat.

Tidak jarang, ritual Sembahyang Rebutan ini juga terlaksana dengan suasana yang meriah, karena selain memanjatkan doa, warga juga menyaksikan berbagai atraksi budaya seperti barongsai dan pertunjukan seni tradisional lainnya.

Meski zaman terus berubah, Masyarakat Tionghoa di Surabaya tetap melestarikan Ritual Sembahyang Rebutan . Mereka percaya bahwa menghormati leluhur adalah kewajiban yang tidak boleh terlupakan, termasuk generasi muda yang ingin mengenal dan melestarikan warisan budaya leluhur mereka.

Sebuah tradisi yang kaya akan nilai-nilai spiritual, juga sebuah warisan budaya yang mengajarkan pentingnya rasa hormat, kebersamaan, dan keberlanjutan. Melalui ritual ini, masyarakat tidak hanya mempertahankan hubungan dengan leluhur mereka, tetapi juga menjaga keharmonisan di dalam komunitas.

(abi)

Nur Abidah

Recent Posts

Perhutani Jombang Apresiasi Pesanggem Luar Daerah, Di balik Kelestarian Hutan Lebak Jabung Setelah Penjarahan Tahun 1999

JOMBANG, Jatim.News -- Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jombang gandeng muspika melalui pendekatan dan pembinaan,…

2 jam ago

Perum Perhutani KPH Nganjuk Berkolaboraasi Dalam Sistem Komando Penanganan Bencana

NGANJUK, Jatim.News -- Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Nganjuk menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) Kesiapsiagaan…

23 jam ago

Sore di Kabupaten Sukses Digelar, GPKP Siap Jadi Pusat Aktivitas Pesilat dan Destinasi Wisata Baru

MADIUN, Jatim.News -- Pemerintah Kabupaten Madiun melalui Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga telah menyelesaikan penyelenggaraan…

2 hari ago

UPN “Veteran” Jawa Timur Tingkatkan Kompetensi Guru SDN Kraton lewat Pelatihan Membuat Bahan Ajar Berbasis Gim Daring

Yogyakarta, Jatim.News -- Dalam rangka mendukung pembelajaran berbasis hybrid (daring-luring), UPN “Veteran” Jawa Timur, yang…

2 hari ago

Dari Kraton Yogyakarta hingga Malioboro: Berburu Variasi Pelafalan Bahasa Indonesia

Yogyakarta, Jatim.News -- Program Studi Linguistik Indonesia Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur (UPNVJT) melaksanakan…

2 hari ago

Perhutani KPH Jombang Perkuat Sinergi Bersama Satradar 405 Ploso

JOMBANG, Jatim.News -- Perhutani (Kesatuan Pemangkuan Hutan) KPH Jombang, perkuat sinergi bersama, Satuan Radar (Satrad)…

3 hari ago