Berpikir Sebuah Pengabdian

abidin
Abidin. (istimewa)

OPINI, Jatim.News — Sebagai birokrat, ujung dari setiap proses kerja bukan sekadar laporan tertulis atau data statistik. Ujung dari sebuah proses adalah pelayanan bukan hanya selesai, tapi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Untuk itulah kita perlu berpikir. Tapi bukan sembarang berpikir. Yang kita butuhkan adalah berpikir kreatif untuk melayani.

Mari kita mulai dengan sedikit berkenalan dengan dunia filsafat. Om Plato, misalnya, menyebut bahwa berpikir adalah perjalanan menjelajahi dunia ide. Bagi Plato, kebenaran sejati lahir dari buah pikir yang tak terlihat, namun justru itulah yang hakiki. Pelayanan publik yang bermutu, dengan pandangan ini, adalah hasil dari ide-ide besar yang dilahirkan oleh proses kontemplasi.

Namun, Om Aristoteles tak sepakat sepenuhnya. Menurutnya, berpikir itu harus logis dan empiris. Harus bisa diraba oleh pancaindra, diuji melalui data, diuji silang lewat proses induktif dan deduktif. Ia percaya, realitas fisik adalah fondasi dari segala pengetahuan. Maka, bagi seorang pelayan publik, pelayanan bukan hanya soal niat, tapi harus berdasar pada kebutuhan nyata masyarakat, berdasarkan bukti lapangan.

Kemudian datanglah Rene Descartes, yang menggugat segalanya dengan satu kalimat yang mengguncang dunia: cogito ergo sum aku berpikir, maka aku ada. Dalam konteks birokrasi, kalimat ini bisa kita parafrase: “Aku berpikir untuk melayani, maka aku benar-benar menjadi abdi negara.” Tanpa proses berpikir, terutama yang reflektif dan solutif, kita hanya menjadi mesin administrasi tanpa jiwa.

Maka, berpikir kreatif dalam pelayanan adalah bentuk eksistensi sejati seorang birokrat. Berpikir bukan hanya menyelesaikan masalah, tapi mengantisipasi dan mempermudah. Berpikir bukan sekadar mengikuti prosedur, tapi menciptakan celah-celah inovasi dari sistem yang kaku. Pelayanan publik tak boleh menjadi rutinitas yang hambar. Ia harus menjadi ladang ibadah yang penuh gagasan segar, lahir dari pikiran yang jernih dan niat yang tulus.

Birokrasi yang tidak berpikir, hanya akan menjadi penghambat. Tapi birokrasi yang berpikir, apalagi secara kreatif dan filosofis, akan jadi jembatan emas antara negara dan rakyatnya.
Penulis: Abidin

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *