Tunjangan Agar Kursi Tidak Goyang

tunjangan
Ilustrasi pengamanan Kursi Jabatan.

JOMBANG, Jatim.News — Menapaki awal 2022, tepatnya pada 3 Januari, Bupati Jombang tercatat menerbitkan Peraturan Bupati Nomer 5/2022 tentang Perubahan Ketiga atas Perbup 60/2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Perda 6/2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD Jombang yang membahas Tunjangan Perumahan dan Kendaraan dinas. 

Perbup 5/2022 yang tarikannya merujuk Peraturan Pemerintah (PP) 18/2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD sebagaimana telah dirubah dengan PP 1/2023 itu berisikan ragam tunjangan bagi personil DPRD Jombang. Diantaranya adalah perumahan dan transportasi. 

Dalam Perbup ini, tunjangan perumahan untuk Ketua DPRD Jombang adalah Rp 29.200.000 per bulan, Wakil Ketua DPRD Rp 21.800.000 per bulan, dan anggota DPRD Rp 18.800.000 per bulan. Sedang besaran tunjangan transportasi untuk setiap anggota DPRD Jombang adalah Rp 12.900.000 per bulan. 

Bacaan Lainnya

Angka ini terjadi kenaikan dari periode sebelumnya, dimana tunjangan Ketua Dewan adalah Rp 27.600.000 per bulan pada 2020 dan Rp 18.900.000 per bulan pada 2017. Wakil Ketua Dewan Rp 20.400.000 per bulan pada 2020 dan Rp 14.000.000 per bulan pada 2017. Serta anggota Dewan Rp 12.700.000 per bulan pada 2020 dan Rp 8.500.000 per bulan pada 2017. 

Sementara besaran tunjangan transportasi untuk setiap anggota Dewan masing-masing adalah pada tahun 2017 sebesar Rp 8.470.000 per bulan, kemudian tahun 2020 menjadi Rp 9.700.000 per bulan, dan pada tahun 2022 naik lagi menjadi Rp 12.900.000 per bulan. 

Dengan demikian sejak 2022, setiap tahun duit rakyat tersedot untuk tunjangan perumahan sebesar Rp 11.521.200.000, dan transportasi Rp 7.120.800.000. Selama Perbup 5/2022 tidak terjadi perubahan, tutur Sumber, maka setiap tahun kedua item akan menyedot duit rakyat sebesar Rp 18,4 milyar. 

Secara konstruksi hukum, tegas Sumber, terbitnya Perbup 5/2020 tidak ada yang salah. Ini karena PP 18/2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD yang telah diperbarui dengan PP 1/2023 tentang perubahan atas PP 18/2017 sebagai konsideran, telah mematok sejumlah ketentuan. 

Diantaranya pasal 9 ayat 2 dan 3. Dimana selain menerima tunjangan lain, Pimpinan DPRD disediakan kesejahteraan berupa: (1) rumah negara dan perlengkapannya, (2) kendaraan dinas jabatan, (3) belanja rumah tangga. Sedang anggota DPRD diberikan  tunjangan: (1) rumah negara dan perlengkapannya, (2) transportasi. 

Selanjutnya, pasal 15 ayat 1 dan 2 menegaskan, dalam hal Pemerintah Daerah belum dapat menyediakan rumah negara dan kendaraan perorangan dinas bagi Pimpinan dan Anggota DPRD, kepada yang bersangkutan diberikan tunjangan perumahan dan transportasi.

Sumber memastikan, besaran tunjangan tidak diatur dalam PP. Pasal 17 ayat 1 dan 2 hanya menegaskan bahwa besaran tunjangan perumahan dan transportasi ditentukan berdasarkan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, standar harga setempat, serta sesuai standar satuan harga sewa rumah dan kendaraan yang berlaku untuk standar rumah negara dan kendaraan perorangan dinas. 

Maka pertanyaannya adalah, tegas Sumber, apakah tunjangan perumahan Rp 29.200.000 per bulan untuk Ketua Dewan, Rp 21.800.000 per bulan untuk Wakil Ketua Dewan, Rp 18.800.000 per bulan untuk anggota Dewan, serta tunjangan transportasi Rp 12.900.000 per bulan tersebut sudah sesuai amanat PP? 

Sejauh ini belum diketahui darimana angka-angka itu muncul. Juga belum diketahui, besaran angka tunjangan perumahan dan transportasi yang terbilang fantastis itu sudah melibatkan aqpprasial atau belum. Hingga berita ini ditulis, Rabu (24/5/2023), konfirmasi dari Pemkab belum berhasil dikantongi. 

Diluar itu, tegas Sumber, hal lebih prinsip yang layak dikemukakan adalah, kenapa Bupati lebih memilih opsi pemberian tunjangan ketimbang menyediakan rumah negara dan kendaraan dinas? Pilihan itu, tutur Sumber, menjelaskan bahwa Pemkab tidak mampu menyediakan kedua fasilitas.

Benarkah Pemkab tidak mampu?  “Jika status ‘tidak mampu’ hanya sebentuk klaim sepihak, maka yang terjadi adalah inefisiensi anggaran. Saya khawatir, Perbup beserta angka-angkanya dibuat hanya untuk kompromi politik. Jika itu yang terjadi, maka munculnya Perbup tidak lebih dari tunjangan agar kursi kekuasaan tidak goyang, “tegasnya. (din)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *