Surabaya – Perekonomian Provinsi Jawa Timur (Jatim) pada tahun 2024 tumbuh sebesar 4,93% (c-on-c), menunjukkan kinerja yang kuat meski menghadapi tantangan pada triwulan terakhir. Triwulan IV 2024 mengalami kontraksi sebesar 0,77 persen (q-to-q), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,95%.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jatim mencatat, perekonomian Jawa Timur Tahun 2024 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 3.168,29 triliun, dan PDRB per kapita mencapai Rp 75,77 juta.
Dari sisi produksi (c-to-c), pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan yang tumbuh sebesar 9,50 persen. “Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (PKLNPRT) yang tumbuh sebesar 12,49 persen,” ungkap BPS Jatim dalam laporan terbarunya, Rabu (5/2/2025).
Sedangkan dibandingkan triwulan IV-2023, ekonomi Jatim triwulan IV-2024 tumbuh sebesar 5,03 persen (y-on-y). Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang tumbuh sebesar 11,39 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (PK-LNPRT) yang tumbuh sebesar 9,53 persen.
Lantas, apa yang membuat ekonomi Jatim pada triwulan IV-2024 mengalami kontraksi sebesar 0,77 persen (q-to-q) terhadap triwulan III-2024? “Kontraksi terutama disebabkan oleh turunnya produksi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 26,24 persen karena pola musiman,” papar BPS Jatim.
Beberapa lapangan usaha lainnya yang terkontraksi adalah jasa keuangan (2,35 persen), pengadaan listrik dan gas (2,32 persen), serta jasa pendidikan (0,23 persen).
Ketua Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur, Erwin Gunawan Hutapea, menyatakan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga (RT) dan konsumsi pemerintah. “Pengurangan pendapatan masyarakat, terutama di lapangan usaha perdagangan dan pertanian, serta insentif pajak daerah untuk kendaraan bermotor turut berdampak pada normalisasi konsumsi masyarakat,” ungkap Erwin.
Namun, Erwin juga menyoroti bahwa investasi dan ekspor barang dan jasa tetap meningkat selama periode ini. “Peningkatan investasi ditopang oleh percepatan pembangunan proyek strategis seperti smelter tembaga di Gresik dan Bandara Kediri, serta peningkatan konsumsi semen dan impor barang modal,” tambah Erwin.
Adapun dari sisi pengeluaran, komponen impor barang dan jasa (yang merupakan faktor pengurang dalam PDRB menurut pengeluaran) tumbuh sebesar 3,55 persen. Komponen lain yang mengalami pertumbuhan yaitu komponen pengeluaran konsumsi pemerintah (PK-P) sebesar 8,16 persen, komponen pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (PK-LNPRT) sebesar 6,86 persen, komponen pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTB) sebesar 3,57 persen, dan komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT) sebesar 1,35 persen, Sementara itu, komponen ekspor barang dan jasa terkontraksi sebesar 1,36 persen.
Erwin berharap bahwa meskipun menghadapi tantangan pada triwulan terakhir, kinerja ekonomi Jatim pada tahun 2024 secara keseluruhan tetap positif dan memberikan peluang untuk pertumbuhan lebih baik di masa mendatang.
(abi)