SURABAYA, Jatim.News – Sejumlah paket swakelola Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) tahun anggaran 2022 diduga menyimpang dari ketentuan. Total pagu paket yang disinyalir menyimpang itu mencapai kisaran Rp 3 miliar lebih.
Dugaan penyimpangan terjadi, tutur sumber, karena paket dilaksanakan dengan metode swakelola tipe 1. Sebagaimana data sirup LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan barang dan jasa Pemerintah) tahun 2022, item swakelola yang diduga menyimpang itu tercatat cukup beragam.
Antaralain kegiatan pengadaan ATK (kertas dan cover), pengadaan bahan komputer, pengadaan bahan kimia, belanja BBM, pengadaan pemeliharaan, serta pengadaan souvenir dan cendera mata, belanja alat pembersih, belanja alat listrik, belanja bahan cetak, dan belanja foto copy.
Juga, belanja penyediaan bahan bacaan, penyediaan bahan logistik kantor, penyediaan peralatan rumah tangga, belanja cetak spanduk dan modul, belanja jasa sertifikasi, dan belanja mamin (makanan dan minuman). Tercatat, keseluruhan paket tersebut dilangsungkan dengan metode swakelola tipe 1.
Belum diketahui kenapa paket-paket tersebut dimasukkan kategori swakelola tipe 1. Namun menurut sumber berlatar pegiat LSM, keputusan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim tersebut disinyalir menabrak ketentuan Peraturan LKPP Nomer 3/2021 sebagai pengganti Peraturan LKPP 8/2018 tentang pedoman swakelola.
Pada bab pendahuluan angka 1.2 Lampiran Peraturan LKPP 5/2021 ditegaskan, tutur sumber, bahwa yang dimaksud dengan swakelola adalah cara memperoleh barang dan jasa dengan cara dikerjakan sendiri oleh KLPD (Kementerian, Lembaga, Perangkat Daerah), KLPD lain, serta Ormas dan Pokmas.
Sedang pasal 5 huruf a Peraturan tersebut menegaskan, swakelola tipe 1 adalah swakelola yang dikerjakan sendiri oleh KLPD sebagai penanggung jawab anggaran. “Pada frasa kalimat ‘dikerjakan sendiri’ itu memuat maksud bahwa pelaksanaan kegiatan tidak boleh melibatkan pihak ketiga, “ucap sumber.
“Sejumlah paket seperti pengadaan ATK, pengadaan BBM, pengadaan souvenir dan cendera mata, belanja makanan dan minuman (Mamin) dan seterusnya, jelas tidak sanggup dikerjakan pihak dinas karena tidak ada kompetensi untuk memproduksi barang dimaksud. Kecuali beli dari pihak ketiga (pasar), “tambahnya.
Tidak hanya itu, lanjut sumber, pada paket dengan pagu diatas Rp 50 juta, pihaknya menciun adanya modus mengeruk keuntungan pribadi. “Ketika pengadaan barang diatas Rp 50 juta dilakukan swakelola tipe 1, maka kecenderungannya adalah untuk menghindari kontraktual. Sehingga penetapan harga bisa dimainkan secara sepihak, “ujarnya.
Pada tahun 2022, lanjut sumber, sedikitnya ada 7 paket swakelola tipe 1 yang lazimnya dilakukan kontraktual (PL atau tender). Antaralain paket Belanja Alat/Bahan Untuk Kegiatan Kantor – Souvenir/Cendera Mata Dalam Rangka Pelaksanaan Penyuluhan dan Pemberdayaan Petani. Paket dengan kode RUP 28532631 ini dipagu senilai Rp 317.600.500.
Selanjutnya, ada paket belanja kertas dan cover (kode RUP 30191093), dengan pagu Rp 57.701.050. Paket belanja bahan cetak (kode RUP 30195716), dipagu Rp 100.600.000. Paket belanja bahan komputer (kode RUP 30204783), pagu Rp 67.053.300. Serta belanja mamin (makan dan minuman) rapat (kode RUP 28532825), dengan pagu Rp 69.094.000.
Juga, paket belanja penyediaan bahan logistik kantor (kode RUP 30200359), dengan pagu Rp 209.000.000. Serta belanja mamin rapat (kode RUP 29071372), dengan pagu Rp 88.440.000. “Karena paket dilakukan swakelola tipe 1, maka mekanisme penawaran tidak terjadi, sehingga penetapan harga cenderung sepihak dan tidak ada kontrol, “tegasnya.
Pelaksanaan paket pengadaan senilai Rp 3 M lebih yang diduga menabrak Peraturan LKPP itu, tutur Sumber, tidak bisa dianggap kesalahan administrasi biasa. Sebab, peraturan LKPP adalah sebentuk produk hukum dari lembaga otoritas pemerintah. “Melanggar berarti Tipikor”,ujarnya. Bagaimana tanggapan Distan Jatim? (din/bersambung).