SURABAYA, Jatim.News – Pada tahun anggaran 2021 lalu, Dinas Kehutanan Pemprov Jatim tercatat melangsungkan 10 paket pengadaan Stup Lebah dan Ekstraktor Madu dengan total pagu mencapai Rp 3.215.000.000. Pelaksanaan paket terbagi dalam 2 mekanisme, yakni Pengadaan Langsung (PL) dan Tender.
Dari 10 paket, 8 diantaranya dilakukan secara Pengadaan Langsung dan 2 yang lain di Tender. Untuk paket tender, masing-masing adalah pengadaan sarpras pengembangan lebah madu CDK Malang dengan pagu Rp 1.692.000.000, serta pengadaan stup lebah madu (DAK CDK Wilayah Lumajang) senilai Rp 365 juta.
Sedang 8 paket Pengadaan Langsung diantaranya adalah: (1) pengadaan sarpras ekonomi produktif lebah madu senilai Rp 200 juta, (2) Pengadaan Stup dan Koloni Lebah Trigona Itama Untuk Penguatan dan Pendampingan Kelompok Tani Hutan senilai Rp 174 juta, (3) pengadaan stup lebah sarpras ekonomi produktif CDK Trenggalek senilai pagu Rp 132 juta.
Selanjutnya: (4) pengadaan stup budidaya lebah madu mellifera untuk pengembangan sarana prasarana ekonomi produktif (DAK) senilai pagu Rp 144 juta, (5) pengadaan stup budidaya lebah madu Trigona untuk pengembangan sarana prasarana ekonomi produktif (DAK) senilai pagu Rp 144 juta.
Kemudian, (6) pengadaan stup lebah madu apis cerana dan penyangga (DAK) CDK Nganjuk senilai Rp 133 juta, (7) pengadaan peralatan pasca panen budidaya lebah madu untuk pengembangan sarpras ekonomi produktif (DAK) senilai Rp 123 juta, (8) serta pengadaan sarpras pengembangan lebah madu CDK Malang senilai Rp 108 juta.
Khusus untuk tender pengadaan sarana prasarana pengembangan lebah madu CDK Malang dengan pagu Rp 1.692.000.0000, tercatat paket dimenangkan CV Larasati Indo dengan nilai kontrak Rp 1.684.980.000 atau hanya turun kurang 2 persen dari pagu. “Ini penawaran yang tidak lazim, “ujar Sumber.
Ditegaskan Sumber, item barang (RAB) yang dibutuhkan pada paket tersebut antaralain adalah 1800 unit stup lebah dan 36 unit ekstraktor madu. Menurut data survey yang dilakukan Sumber, harga satuan per unit stup lebah adalah Rp 450 ribu, dan per unit ekstraktor madu adalah Rp 4,2 juta.
Dengan demikian, tutur Sumber, anggaran untuk 1800 unit stup lebah adalah Rp 810 juta, serta anggaran untuk 36 ekstraktor madu adalah Rp 151,2 juta. Ditambah keuntungan 15 persen ( atau Rp 144.180.000) serta PPN 10 persen (atau Rp 110.538.000), maka total biaya yang diperlukan adalah Rp 1.215.918.000.
“Dengan demikian terjadi selisih harga atau dugaan kerugian sebesar Rp 469.062.000, “urainya. Sumber menambahkan bahwa jika pembelian dilakukan dalam jumlah besar, secara umum ada potongan sebesar 10 persen. Dengan demikian, tuturnya, kerugian bisa lebih besar mencapai Rp 590.653.800.
Sementara jika merujuk harga kontrak paket yang sebesar Rp 1.684.980.000, tutur Sumber, maka harga satuan per unit stup lebah mencapai kisaran Rp 625 ribu, dan harga satuan per unit ekstraktor madu mencapai kisaran Rp 6.750.000. “Ya tinggal diuji saja harga siapa yang lebih kompetitif, “tegasnya.
Dengan pola yang sama, lanjut Sumber, dugaan kerugian juga diprediksi menyasar 9 paket yang lain. Dengan rata-rata angka kerugian dikisaran 25 hingga 30 persen, tuturnya, maka dugaan kerugian untuk 10 paket pengadaan stup lebah dan ekstraktor madu tahun 2021 diperkirakan tembus angka Rp 1 milyar.
Hingga berita ini ditulis, Senin (26/6/2023), konfirmasi dari Dinas Kehutanan Pemprov Jatim belum berhasil dikantongi. Karenanya, upaya konfirmasi akan terus dilakukan. Termasuk, konfirmasi ke Kejaksaan Tinggi Jatim yang disebut sudah menerima laporan sejak 14 April 2022 namun kasus tidak pernah diproses. (din)