OPINI, Jatim.News — Pelayanan publik ialah suatu kebutuhan yang bertujuan agar masyarakat memperoleh hak dan perlakuan yang layak dari pejabat pemerintah atau birokrasi dalam bertindak dan mempertahankan kewarganegaraannya, serta terpenuhi keinginannya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem pelayanan publik ialah salah satu tugas yang wajib dilaksanakan secara maksimal oleh pejabat publik (birokrasi negara) guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Masyarakat sendiri memiliki peran sebagai pengguna pelanan publik yang pastinya menginginkan agar memperoleh pelayanan dengan mudah, cepat, akurat serta bebas dari korupsi juga kolusi.
Akan tetapi berbeda dengan realita yang kini terjadi, citra terhadap pelayanan publik ditandai dengan pelayanan tertunda, mahal, tak sesuai waktu, juga pegawai yang tak profesional. Padahal, pelayanan tersebut merupakan wujud sesungguhnya dari keberadaan pemerintahan yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Tidak hanya itu saja, apabila ditelaah secara detail, sebenarnya ada banyak faktor yang menyebabkan menurunnya pelayanan pemerintah. Seperti terbatasnya sumber daya manusia. Dimana jumlah dan jarangnya petugas pelayanan berbanding lurus dengan kualitas pelayanan yang diberikan.
Kelangkaan sumber daya manusia berdampak pada pelayanan yang diterima masyarakat. Misalnya, ketidakseimbangan antara jumlah sumber daya manusia yang tersedia dan jumlah penerima manfaat berdampak negatif.
Hal ini ditandai dengan hasil survei ombudsman pada akhir tahun 2019 menunjukkan mayoritas aparatur sipil negara Indonesia mendapat rapor merah di tingkat nasional dan daerah. Ahmad Alam Saragih, anggota Ombudsman, mengatakan pada pertengahan tahun 2019 bahwa “kualitas pelayanan publik di Indonesia menurun dan mekanisme untuk menerima pengaduan masyarakat belum terbentuk secara sistematis”.
Jika Anda masih bisa mengatakan bahwa pelayanan publik suatu negara buruk, itu jelas menunjukkan bahwa negara tersebut tidak ada untuk warganya.
Penurunan kualitas tersebut merupakan bentuk keraguan dari masyarakat, salah satunya mengenai proses pengaduan. Dimana banyak sekali pertanyaan bermunculan perihal kemana harus menyampaikan aduan? Dan berapa persen kemungkinan aduan tersebut akan ditanggapi?
Dan masih banyak pertanyaan lainnya. Bentuk keraguan tersebut dapat disebabkan kurangnya informasi juga pengetahuan masyarakat mengenai bagaimana peran mereka dalam pelayanan publik serta kurangnya sarana pengaduan juga kepercayaan masyarakat terhadap instansi tersebut.
Untuk selebihnya, dapat diuraikan beberapa potret buram pelayanan publik di Indonesia:
1. Keterbatasan Sumber Daya
Ombudsman seringkali menghadapi kendala sumber daya seperti anggaran yang terbatas, tenaga kerja yang tidak mencukupi, dan kapasitas yang terbatas. Misalnya, masih banyak petugas pelayanan publik bersikap tak ramah dalam berbicara atau memberitahukan sesuatu kepada masyarakat. Inilah yang menciptakan keluhan dari masyarakat.
2. Ketidakpatuhan pihak terkait
Tingkat kepatuhan pemerintah terhadap standar pelayanan publik di Indonesia mengalami penurunan, sebagaimana telah diulas sebelumnya. Jika kondisi ini tidak maksimal, maka dapat menurunkan kepercayaan juga kredibilitas administrasi publik.
3. Kurangnya kesadaran masyarakat
Mirisnya, dalam hal pelayanan pun masih banyak masyarakat yang belum memahami mekanisme pelayanan publik. Padahal masyarakat tidak hanya sebagai penerima dari layanan publik, tetapi juga sebagai pengawas eksternal bersama ombudsman. Hal ini dapat menghambat partisipasi masyarakat dalam melaporkan permasalahan atau pelanggaran.
4. Kecepatan dan efisiensi
Hal ini yang paling sering dialami dimana proses peninjauan berjalan lambat hingga memakan waktu lama. Hal ini dapat menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap Lembaga. Pahitnya lagi, jikalau seseorang ingin mendapatkan pelayanan dengan cepat, maka harus memberikan uang (pungutan liar). Padahal pelayanan yang baik harus tranparan dan terbuka. Pejabat juga tidak boleh menerima kompensasi dalam bentuk apa pun. Jika terus dibiarkan, maka budaya ini menular ke masyarakat, jika ingin cepat selesai, mereka harus menyuap (menyuap) petugas.
5. Kompleksitas hukum dan regulasi
Di dalam pemerintahan daerah sering terjadi keterlibatan antar berbagai aspek pelaksanaan program disertai kebijakan yang sangat rinci. Ombudsman daerah perlu dengan sangat memahami kesukaran ini untuk melakukan pengawasan yang efisien dan efektif.
6. Teknologi dan keamanan efisiensi
Perlindungan terhadap keamanan dan juga data mengenai informasi menjadi semakin sangat penting. Ombudsman di daerah perlu mengatasi isu-isu mengenai penipuan di dunia maya dan perlindungan data saat mengumpulkan dan menyimpan informasi pribadi.
7. Kurangnya keterlibatan aktif Masyarakat
Keberhasilan ombudsman dalam menjalankan tugasnya tergantung pada tersedianya keterlibatan masyarakat. Dimana masyarakat harus merasa nyaman juga tidak sungkan dalam melaporkan apapun permasalahan kepada ombudsman.
Setelah meninjau 7 aspek tersebut, sistem pelayanan publik belumlah terlaksana secara maksimal, sehingga diperlukan evaluasi lanjutan supaya pelayanan publik negara ini dapat berjalan dengan baik.
Apalagi pemerintah yang merupakan institusi penyelenggara pelayanan publik jelaslah sudah harus memberikan pelayanan publik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kemudian bagaimana keterlibatan masyarakat? Tentunya hal tersebut juga bagian yang perlu di upayakan serta di maksimalkan. Dengan adanya keterlibatan masyarakat, maka pemerintah juga pihak terkait bersama sama berupaya meningkatkan kualitas pelayanan.
Penulis: Nisa Yulia Mahasiswa Semester 2 Prodi Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo