Warga Banyuwangi Protes Anti Kotak Kosong Jelang Pilkada, Sikapi Keputusan MK

Puluhan masa dari Forum Penyelamat Demokrasi Banyuwangi melakukan aksi tolak kotak kosong di depan Kantor DPRD.
Puluhan masa dari Forum Penyelamat Demokrasi Banyuwangi melakukan aksi tolak kotak kosong di depan Kantor DPRD.

Banyuwangi — Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan tergelar dalam waktu dekat, Aksi demonstrasi ini juga menyoroti ketidakpuasan mereka terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai memperkuat posisi kotak kosong dalam kontestasi politik.

Para demonstran yang berkumpul di di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuwangi membawa berbagai spanduk dan poster yang menolak opsi kotak kosong dalam Pilkada. “Kami menolak kotak kosong! Pilkada harus menghadirkan pilihan nyata bagi rakyat!” seru salah satu orator dalam aksi tersebut. Mereka berpendapat bahwa keberadaan kotak kosong mengurangi kualitas demokrasi dan memaksa warga untuk memilih tanpa opsi yang jelas.

Koordinator aksi Forum Penyelamat Demokrasi Banyuwangi, Amrullah menyatakan menolak kotak kosong dalam Pilkada Banyuwangi. Pasalnya akan mematikan demokrasi, sekaligus membunuh calon-calon yang dapat rekom pontensial.

Bacaan Lainnya

Keputusan MK yang mengizinkan kotak kosong tetap menjadi alternatif dalam Pilkada jika hanya ada satu pasangan calon, telah memicu kemarahan di kalangan masyarakat. Banyak warga yang merasa bahwa keputusan ini mengurangi kesempatan mereka untuk memilih pemimpin yang benar-benar diinginkan. “Tidak ada regenerasi bagi calon pemimpin di Banyuwangi, ini sangat berbahaya,” ungkap Amrullah, Rabu (21/8/2024).

“Negara membuang anggaran lebih dari Rp 150 Milliar, untuk KPU Rp 90 Milliar, Bawaslu Rp 30 Milliar untuk PAM (pengamanan) itu juga banyak. Kalau hanya calon tunggal kenapa nggak aklamasi saja. Sehingga anggaran bisa buat untuk bangun infrastruktur pendidikan, bangun puskesmas dan lain-lain. Sehingga itu kami menolak kotak kosong,” terangnya.

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam keputusannya yang baru mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora untuk sebagian terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Keputusan itu tertuang pada Nomor 60/PUU-XXII/2024.

Amrullah menyebut, seyogyanya dalam Pilkada harus ada calon atau lawan lebih dari satu. Sehingga memunculkan, pertarungan yang sehat dalam persaingan menempati posisi pimpinan. Hal itu dinilai menjadi insiden buruk bagi percaturan demokrasi di Banyuwangi. Pasalnya, adanya kepincangan roda demokrasi di daerahnya.

Aksi demo ini menjadi sorotan menjelang Pilkada Banyuwangi yang terprediksi akan berlangsung sengit.

(abi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *