Wabah PMK Melanda Lamongan: Sebanyak 180 Sapi Terjangkit

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Shofiah Nurhayati (kiri) beserta jajaranya saat melakukan pemeriksaan sapi di pasar hewan di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Minggu (5/1/2025). (ANTARA/Alimun Khakim)
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Shofiah Nurhayati (kiri) beserta jajaranya saat melakukan pemeriksaan sapi di pasar hewan di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Minggu (5/1/2025). (ANTARA)

Lamongan – Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali melanda Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Hingga awal Januari 2025, tercatat sebanyak 180 ekor sapi positif terjangkit PMK, dengan 15 ekor di antaranya telah mati akibat penyakit ini.

Penyebaran PMK di Lamongan tergolong cepat, terutama selama musim hujan. Dalam kurun waktu satu bulan, penyakit ini telah menyebar ke 21 dari 27 kecamatan di wilayah tersebut. Salah satu faktor penyebaran adalah transaksi jual beli di pasar hewan, yang menjadi titik kumpul hewan ternak dari berbagai daerah.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Lamongan telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi wabah ini. Petugas melakukan pemeriksaan rutin di pasar hewan dan memberikan edukasi kepada peternak tentang cara pencegahan dan penanganan PMK. Selain itu, vaksinasi terhadap hewan ternak juga terus tergalakkan untuk meningkatkan kekebalan tubuh sapi.

Bacaan Lainnya

Kerja sama tersebut, lanjutnya, adalah dengan memberikan informasi kepada petugas jika menemukan hewan ternak yang mengalami gejala PMK. Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada para peternak sapi agar segera melaporkan jika ada gejala atau tanda-tanda wabah PMK.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Lamongan, Shofiah Nurhayati, menekankan pentingnya kerja sama antara peternak, pedagang, dan dinas terkait dalam menanggulangi PMK. “Kami mengimbau para peternak sapi segera melaporkan jika ada gejala atau tanda-tanda wabah PMK. Penanganan yang cepat dan tepat dapat meningkatkan tingkat kesembuhan ternak yang terjangkit,” ujar Shofiah.

“Penyebaran penyakit mematikan ini lebih masif saat musim hujan. Salah satu penyebaran penyakit bisa melalui transaksi jual beli di pasar hewan,” katanya.

“Kemudian kami obati dan pantau sejauh mana perkembangan ternak setelah di lakukan pengobatan,” tambahnya.

(abi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *