JOMBANG, Jatimnews – Peristiwa penyegelan ruko simpang tiga oleh Pemkab Jombang pada hari Senin, 19 Agustus 2024 lalu, tercatat telah memunculkan fenomena lain diluar kegiatan yang dilakukan petugas.
Pada sepanjang peristiwa yang berlangsung sekitar 2 jam itu, nampak seorang aktivis senior tak henti meneriakkan suara lantang. Pekik dan teriakan itu, lebih dimaksudkan sebagai dukungan moral kepada petugas untuk tidak kendor mental.
Aksi itu, bahkan nampak mendominasi seluruh peristiwa penyegelan ruko yang dimulai sejak pukul 13.00 itu. Terutama, saat muncul upaya penghadangan oleh Heri Susanto dan pengacaranya, juga oleh pengacaranya Masruchin.
“Sudah, disegel saja. Kalau tidak terima, silahkan tempuh jalur hukum, “lantangnya ditengah ratusan masa yang memenuhi komplek ruko simpang tiga, termasuk petugas gabungan TNI, Polri, dan Satpol PP.
Dia adalah Wibisono. Aktivis senior yang sudah 2 tahun ini terlibat secara intens mengawal penyelesaian kasus ruko simpang tiga. Dia tidak sendiri. Tapi bersamanya ada sejumlah pegiat LSM yang tergabung dalam Aliansi LSM Jombang.
Diantaranya ada LSM KOMPAK pimpinan Lutfi Utomo alias Upik, LSM Almatar pimpinan Dwi Andika, LSM Posphera Jombang pimpinan Aan Teguh Prihanto, LSM LPK-AI Jombang pimpinan Suhartono, serta LSM GeNaH pimpinan Hendro Suprasetyo.
Tidak sedikit ruang-ruang audensi dan hearing yang sudah ditempuh. Di gedung Pemkab, di gedung DPRD, juga di gedung Kejari Jombang. Termasuk, 2 kali aksi turun jalan di gedung Pemkab dan gedung DPRD ketika ruang persuasi dan diplomasi terancam macet.
Aksi lantang dan cenderung agresif yang dilakukan Wibisono ditengah konsentrasi masa itu bisa jadi adalah sebentuk pemandangan aneh. Namun, penilaian itu sama sekali tidak penting dimata Wibisono.
“Kita hanya meluruskan sejarah. Aset rakyat jangan diganggu. Kita akan bela itu sampai kapan pun, “tutur Wibisono saat ditanya soal aksinya yang terbilang agresif dalam peristiwa penyegelan ruko simpang tiga.
Ia menuturkan, sedikitnya ada 3 aspek yang memicunya bersikap seperti itu. Adalah sikap Pemkab yang selama ini cenderung peragu dan sering blunder, kemudian adannya informasi pengerahan masa oleh penghuni ruko, serta proses hukum oleh Kejaksaan yang cenderung bertele-tele.
“Pada beberapa bulan lalu, Pemkab Jombang melalui Pj Bupati Sugiat sudah menerbitkan keputusan untuk menutup ruko simpang tiga. Dan semua tahu, hasilnya nol besar. Karena itu kita tidak mau tertipu untuk yang kedua kali, “beber Wibisono soal dirinya meneriaki petugas untuk tidak kendor mental.
Tidak hanya berteriak lantang pada sepanjang prosesi penyegelan ruko, Wibisono bersama seluruh anggota Aliansi LSM Jombang juga siaga di komplek ruko sejak pukul 10.00 hingga penyegelan berakhir pukul 15.00.
Yang pasti, tegasnya, dirinya melakukan itu karena ruko simpang tiga adalah aset rakyat. “Jadi, sebagai bagian dari rakyat dan juga pegiat LSM, saya punya hak untuk terlibat langsung dalam aksi penyelematan aset, “tutur Wibisono saat ditemui dikediamannya, Minggu (25/8/2024).
Sekalipun begitu, Wibisono menolak keras pihaknya disebut punya andil besar dalam peristiwa penyegelan kemarin. “Kita bukan pelaku sejarah yang layak untuk diingat atau dicatat. Yang kita lakukan, tidak lebih dari sekedar kewajiban anak bangsa untuk menunaikan perintah sejarah, “tegasnya. (din)