JOMBANG, Jatim.News – Integritas pejabat Pemkab Jombang soal penyelenggaraan urusan negara patut dipertanyakan. Terkait polemik pajak PBB-P2 tahun 2024, keputusan yang diambil cukup kuat mengabarkan kebijakan bercorak coba-coba.
“Ukurannya sederhana. Kalau Pemkab melalui Bapenda yakin dengan keputusannya, seharusnya sikap yang dipilih tetap tegak lurus. Dan bukan malah buka layanan pengaduan, “tutur Sumber berlatar Pegiat LSM.
Ia berpandangan, layanan pengaduan masyarakat oleh Bapenda sebagai respon atas polemik PBB-P2, sedikitnya mengabarkan 2 hal. Yakni bentuk pengakuan terhadap penetapan data dan angka yang tidak akurat, dan sekaligus sebagai pertanda bahwa strategi lempar bola sedang dimainkan.
Data dan angka penetapan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) yang belum akurat sama sekali tidak dibantah. Kepala Bapenda Jombang, Hartono, dalam beberapa keterangan pers mengakui hal itu.
Minimnya ketersedian SDM yang tidak berbanding lurus dengan tingkat kompleksitas pekerjaan disebut sebagai salah satu pemicu terjadinya polemik PBB-P2 tahun 2024. Terhadap hal ini, Sumber menyebut alasan yang dilempar cukup masuk akal.
“Hanya masalahnya, jangan kemudian itu menjadi justifikasi atas kekacauan yang terjadi. Sebab, urusan PBB-P2 bagi kebanyakan masyarakat masih setara kebutuhan dasar. Jadi jangan main-main dengan hajat hidup orang banyak, “tegas Sumber.
Ia memastikan setiap yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, ruang sensifitas bakal begitu tinggi. Karenanya, Pemkab sebagai regulator dan pengayom, sebaiknya bertindak terukur dan bukan serampangan.
Penetapan nilai NJOP tahun 2024 yang masih ada kelemahan dan bahkan kesalahan data sebagaimana diakui Kepala Bapenda, sambung Sumber, seharusnya menjadi PR besar untuk diselesaikan dan bukan malah lempeng bertindak spekulatif dengan bobot coba-coba.
Ia pun menduga kuat, Pemkab melalui Bapenda tengah melangsungkan strategi lempar bola. “Pola ini tergolong nekat. Yakni melempar bola (baca: keputusan) ke tengah publik untuk mengais respon. Jika lemparan bola berbuah gejolak akan dilalukan evaluasi, tapi jika aman, kebijakan jalan terus, “paparnya.
Dan itu lah yang saat ini terjadi. Pada dua pekan terakhir, diketahui gelombang protes oleh masyarakat muncul dimana-mana. Desakan dan tekanan bernada keberatan begitu kencang disuarakan oleh hampir semua lapisan masyarakat.
Maka seperti yang sudah dikira, tegas Sumber, gelombang protes cukup dijawab dengan penyediaan pos layanan pengaduan masyarakat. “Sesederhana itu kah kita bernegara? Perlukah protes dan evaluasi dilakukan jika keputusan yang diambil sudah diyakini benar? “nada Sumber bertanya.
Ia pun menyayangkan pola kerja pemerintahan yang belum memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Sebab, selain rawan memicu gejolak, praktik seperti ini juga rawan soal tengara pelanggaran hukum.
Dalam polemik ini, tegas Sumber, jika terbukti penetapan NJOP oleh Pemkab melebihi rata-rata harga pasar, maka dugaan pelanggaran hukum itu ditengarai sedang terjadi. Benarkah?
Jatim.News akan mencari tahu soal itu. Jika dugaan itu benar adanya, maka yang dilakukan Pemkab sejatinya adalah menepuk air didulang memercik ke muka sendiri. Pajak digenjot, aksi protes dan resiko hukum sedang menanti. (din)