Malang – Pakar hukum dari Universitas Brawijaya (UB), Muhammad Ali Safa’at, secara terbuka mengkritik langkah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam merevisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dalam pernyataannya, Ali menilai bahwa DPR tidak sepenuhnya memahami aturan ketatanegaraan yang menjadi landasan hukum dalam penyusunan revisi tersebut.
“Putusan MA itu adalah usia 30 tahun sejak pelantikan, batu ujinya apa? UU Pilkada. Sementara kewenangan dari Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar,” ujar Muhammad Ali Safa’at saat dikonfirmasi, Kamis (22/8/2024).
“Maka tidak ada kata lain selain menggunakan penafsiran yang dilakukan Mahkamah Konstitusi dan penafsiran itu pula yang seharusnya digunakan untuk menilai PKPU yang ada,” kata Wakil Rektor (Warek) UB tersebut.
Penafsiran keputusan MK sebagai keputusan tertinggi juga menjadi landasan di semua ahli hukum yang semuanya memahami hal tersebut. Dia pun mengkritik seharusnya para anggota DPR memahami konstruksi konstitusi dan hukumnya, bukan tersandera pada kepentingan politik semata.
Menurutnya, DPR terlalu terburu-buru dalam mengesahkan revisi ini tanpa mempertimbangkan implikasi hukum dan ketatanegaraan yang lebih luas. Ia juga mengkritik kurangnya partisipasi publik dalam proses revisi tersebut. “Tidak adanya konsultasi publik yang memadai menunjukkan bahwa DPR kurang memahami pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses legislasi,” tambahnya.
Dalam akhir pernyataannya, Ali mendesak DPR RI untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas legislasi, terutama dalam hal yang berkaitan dengan sistem ketatanegaraan. Ia berharap agar revisi UU Pilkada tidak menjadi preseden buruk bagi proses legislasi di masa depan.
(abi)