JOMBANG, Jatim.News – Pakar Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Dr. Solikhin Rusli SH.MH, merespon pemasangan banner berisi tulisan: “Ruko Simpang Tiga Jombang Dibawah Pengawasan dan Penguasaan Kantor Hukum Suryono Pane SH, MH & Partner”. Menurutnya, pemasangan tersebut sama sekali tidak memiliki dasar hukum.
“Menurut saya, tindakan tersebut (memasang banner, red) tidak berdasarkan hukum, bahkan mereka dapat dikenakan tindak pidana, karena menguasai obyek yang bukan miliknya. Laporkan saja salah satu penghuni tersebut atau pihak yang membuat tulisan dan memasangnya di komplek ruko, “tegasnya.
Dikonfirmasi melalui sambungan seluler, Kamis (30/11/2023), Dosen Fakultas Hukum Pascasarjana Untag Surabaya ini menegaskan, bahwa mereka (salah satu penghuni atau pengacaranya, red) seharusnya tahu status kepemilikan ruko adalah HGB, bulan SHM. Itu artinya, tegasnya, kepemilikan ruko ada batas waktu.
Pakar Hukum Tata Negara yang juga mengajar Teori Hukum, Argumentasi Hukum, dan Penemuan Hukum ini mengatakan bahwa pada saat masa berlaku HGB habis, maka pilihannya ada dua. Diperpanjang atau tidak. Dan itu terserah pemegang hak (Pemkab). Kalau tidak diperpanjang, tegasnya, berarti kepemilikan kembali ke Pemkab.
Solikhin Rusli menilai penutupan ruko oleh Pemkab sudah tepat. Ia bahkan meminta Pemkab untuk melanjutkan segala rencana yang ditetapkan. Jika ada pihak yang mencoba menghalangi langkah Pemkab dalam mengambil kembali asetnya, tuturnya, hal itu bisa dijerat dengan tindak pidana.
Soal munculnya banner yang mengaku menguasai ruko, Solikhin Rusli menilai hal itu selain bentuk menghalangi tugas Pemkab, juga merupakan tindak pidana penguasaan barang tanpa hak. “Hak mereka sudah habis seiring habisnya masa berlaku SHGB. Terus, dalil mereka menguasai itu dasarnya apa? Alas haknya apa? “tegasnya.
Senada dengan itu, Ketua LBH Sukma Tri Tunggal, Irsyad, menilai bahwa pemilihan diksi kata menguasai pada banner yang dipasang di ruko simpang tiga itu tidak cukup memiliki dasar. “Karena SHGB sudah habis, maka penguasaan yang dimaksud itu menggunakan dasar apa? Dari sini saja kata menguasai itu sudah terpatahkan, “tegasnya.
Dihubungi via sambungan seluler, Kamis (30/11/2023), Sarjana Hukum jebolan Universitas Jember ini berpendapat bahwa kerja seorang pengacara tidak boleh melampaui kontrak kuasa yang diterimanya. Terlepas dari isi kuasa yang diterima, tuturnya, munculnya klaim penguasaan ruko oleh pengacara terbilang tidak lazim dan tidak berdasar.
Sepanjang karirnya menjalankan praktik kepengacaraan di Jombang, sambung Irsyad, klaim bahwa seorang pengacara bisa menguasai obyek perkara baru kali ini terjadi. “Sejauh pengalaman yang saya lewati, kasus seperti ini baru pertama terjadi di Jombang. Menurut saya tidak lazim. Jadi pengacara itu bekerja hanya berdasarkan kuasa yang diterimanya saja, “tegasnya.
Pengacara Jombang yang lain juga mengatakan hal serupa. Dihubungi via sambungan seluler, Kamis (30/11/2023), pengacara yang minta namanya tidak disebut ini menukil kalimat pendek. “Kalau pengacara bisa menguasai ruko, apakah dia juga bersedia membayar sewa ruko? Jadi klaim penguasaan ruko oleh pengacara tidak berdasar, “ujarnya.
Ia juga menanyakan tulisan yang dimuat pada banner tersebut. Disitu ditegaskan bahwa ruko simpang tiga dibawah pengawasan dan penguasaan kantor hukum. Itu artinya seluruh penghuni ruko atau sebanyak 56 orang telah menguasakan pada pengacara tersebut. “Pertanyaannya, apa benar 56 penghuni ruko menguasakan kepadanya? “ujarnya.
Sementara itu, saat nomer ponsel (0812 1665 8585) yang dipasang pada banner itu dihubungi pada Kamis malam (30/11/2023) sekira pukul 19.52 WIB, tidak ada respon. Begitu pun chat WhatsApp tentang permintaan konfirmasi via telepon belum berbalas hingga berita ini ditulis, Sabtu (2/12/2023). (din)