Kepala CDK Bojonegoro Belum Tunaikan Janji

SURABAYA, Jatim.News      –      Dwijo Saputro, S.Hut.MP, Kepala Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Wilayah Bojonegoro Dinas Kehutanan Pemprov Jawa Timur belum memenuhi janji yang dibuatnya. 

Hingga berita ini ditulis, Senin (3/7/2023), janji untuk memberikan telaah atas dugaan penyimpangan pada proyek penghijauan lingkungan diluar kawasan hutan negara senilai Rp 1,6 M, belum juga dipenuhi. 

Padahal sudah sepekan janji dilontarkan, tepatnya pada Senin (26/6/2023) lalu. “(berita) yang punya saya (proyek penghijauan lingkungan CDK Bojonegoro, red) tak siapkan telaah dan dasar aturannya, “tulis Dwijo melalui chat WhatsApp. 

Bacaan Lainnya

Belum diketahui apa alasan Kepala CDK Bojonegoro itu tidak segera mengirim klarifikasi. Seorang Sumber menyebut, waktu satu pekan dinilai lebih dari cukup, bahkan terlalu lama, untuk sekedar membuat telaah regulasi. 

Alasannya, sambung Sumber, karena sejak paket ditetapkan, seharusnya regulasi yang menaungi sudah selesai dikaji. “Saya tidak bilang Kepala CDK Wilayah Bojonegoro kurang cakap, tetapi aneh jika telaah dilakukan setelah penetapan, “ujarnya. 

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, memasuki kalender anggaran 2023, Dinas Kehutanan Pemprov Jatim melalui CDK Bojonegoro telah menetapkan satu paket bertajuk “pembangunan penghijauan lingkungan diluar kawasan hutan negara”.

Paket dengan kode RUP 32418402 ini dipagu sebesar Rp 1,6 milyar atau tepatnya Rp 1.641.253.000. Penetapan paket ini dianggap menyimpang karena dilaksanakan secara swakelola tipe 1 tanpa ada dukungan metode Penyedia Dalam Swakelola. 

Terbukti, dari 13 item kegiatan pada kolom penyedia dalam swakelola, hanya ada satu paket yang terkait dengan proyek penghijauan. Yakni paket mamin rapat senilai pagu Rp 10.050.000. “Dengan demikian proyek penghijauan dipastikan dilakukan secara swakelola tipe 1, “tegas Sumber. 

Padahal itu tidak mungkin terjadi. Bahkan jika dipaksakan, tutur Sumber, bisa memicu resiko pidana karena terjadi pelanggaran administratif. “Pelanggaran administratif juga bisa dipidana karena sejatinya merupakan pelanggaran hukum juga, “terangnya. 

Sebagaimana ketentuan Peraturan LKPP 3/2021 tentang pedoman swakelola, bahwa yang dimaksud dengan swakelola tipe 1 adalah kegiatan yang direncakan, dikerjakan, serta diawasi oleh KLPD (Dinas) sebagai penanggungjawab anggaran. 

“Nah, jika proyek penghijauan CDK Bojonegoro itu dikerjakan secara swakelola tipe 1, maka pengadaan bibit tanaman dan kebutuhan tenaga kerja tidak boleh diambilkan dari luar alias harus dikerjakan sendiri. Disinilah dugaan penyimpangan terjadi, “ujar Sumber. 

Ia menegaskan, dengan pagu paket sebesar Rp 1,6 milyar, bisa diprediksi berapa kebutuhan luas lahan, jumlah bibit, dan tenaga kasar yang diperlukan. Dan itu tidak mungkin dikerjakan sendiri oleh CDK Bojonegoro. 

Khusus untuk pengadaan bibit penghijauan yang jumlahnya tidak sedikit, tegas Sumber, jika itu dilakukan dengan cara beli dari pihak ketiga, maka hal demikian bukan lagi swakelola tipe 1 tetapi sudah bergeser menjadi paket penyedia. 

“Boleh diswakelola tipe 1, tetapi harus didukung paket ‘penyedia dalam swakelola’. Sehingga pengadaan bibit bisa dibeli dari pihak ketiga. Faktanya, paket tersebut tidak muncul di sirup LKPP. Sehingga pelaksanaan paket diduga keras menyimpang dari ketentuan, “tegasnya. (din)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *