OPINI, Jatim.News — Pelayanan publik di bidang pertanahan seringkali menjadi sorotan masyarakat karena prosesnya yang rumit dan memakan waktu lama. Namun, sebuah terobosan menarik hadir dari Kantor Pertanahan Kabupaten Pelalawan melalui inovasi layanan AKASIA (Antar Kerumah Anda Sertipikat Jika Lama). Inovasi ini patut diapresiasi sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik dan menjawab keluhan masyarakat.
AKASIA hadir sebagai solusi atas permasalahan keterlambatan penerbitan sertifikat tanah yang kerap terjadi. Dengan konsep mengantarkan sertifikat langsung ke alamat pemohon jika proses melebihi batas waktu yang ditentukan, AKASIA mencoba memberikan kompensasi dan membangun kembali kepercayaan publik. Ini menunjukkan keseriusan instansi pemerintah dalam menerapkan prinsip pelayanan yang berorientasi pada kepuasan masyarakat.
Inovasi semacam AKASIA sangat diperlukan mengingat peran vital administrasi pertanahan dalam kehidupan masyarakat. Tanah bukan sekadar aset ekonomi, tapi juga menyangkut hak dasar dan martabat manusia. Kepastian hukum atas kepemilikan tanah melalui sertifikat yang sah menjadi kunci bagi rasa aman dan sejahtera masyarakat. Karenanya, efisiensi dan efektivitas pelayanan pertanahan harus terus ditingkatkan.
Meski demikian, penerapan AKASIA masih menghadapi beberapa tantangan. Pertama, belum adanya standar prosedur khusus yang mengatur alur pelaksanaan layanan ini. Kedua, keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas di Kantor Pertanahan setempat. Dua hal ini bisa menjadi batu sandungan yang menghambat optimalisasi layanan AKASIA di lapangan.
Untuk itu, beberapa langkah penyempurnaan perlu dilakukan. Penyusunan SOP khusus AKASIA menjadi prioritas utama guna memastikan konsistensi dan kualitas layanan. Selain itu, peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan dan rekrutmen pegawai berkompeten juga krusial dilakukan. Tanpa SDM yang mumpuni, inovasi sebaik apapun akan sulit terealisasi dengan optimal.
Di sisi lain, inovasi AKASIA juga perlu didukung dengan perbaikan sistem pelayanan secara menyeluruh. Mulai dari front office hingga back office, setiap lini harus bekerja efektif dan efisien. Pemanfaatan teknologi informasi, misalnya, bisa mempercepat proses administrasi dan mengurangi potensi keterlambatan. Transparansi informasi terkait prosedur, persyaratan, dan progres pengurusan juga penting ditingkatkan agar masyarakat memahami setiap tahapan proses.
Lebih jauh lagi, inovasi seperti AKASIA seharusnya tidak hanya berhenti pada tataran kompensasi atas keterlambatan. Langkah selanjutnya yang perlu diambil adalah mencegah keterlambatan itu sendiri. Ini membutuhkan evaluasi menyeluruh terhadap sistem yang ada, mengidentifikasi titik-titik bottleneck, dan mencari solusi untuk mengatasinya. Dengan demikian, layanan AKASIA bisa menjadi katalis bagi perbaikan sistem yang lebih fundamental.
Keberhasilan AKASIA di Kabupaten Pelalawan bisa menjadi model yang direplikasi di daerah lain. Tentunya dengan penyesuaian terhadap kondisi dan kebutuhan lokal masing-masing. Sharing knowledge dan best practices antar instansi pertanahan se-Indonesia perlu digalakkan untuk mempercepat penyebaran inovasi pelayanan publik.
Pada akhirnya, inovasi seperti AKASIA harus dilihat sebagai bagian dari upaya besar mentransformasi birokrasi Indonesia menjadi lebih responsif dan berorientasi pada kepentingan publik. Paradigma pelayanan harus bergeser dari sekadar menjalankan tugas rutin menjadi upaya aktif memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
Masyarakat di era demokrasi dan keterbukaan informasi saat ini semakin kritis dan menuntut pelayanan publik yang berkualitas. Mereka tidak lagi bisa dipuaskan dengan pelayanan yang bertele-tele dan tidak pasti. Karenanya, inovasi berkelanjutan menjadi keharusan bagi setiap instansi pemerintah, tidak terkecuali di bidang pertanahan.
AKASIA dari Kantor Pertanahan Kabupaten Pelalawan telah membuka jalan. Kini saatnya bagi instansi pemerintah lainnya untuk mengikuti jejak ini, bahkan melampauinya dengan inovasi-inovasi yang lebih progresif. Dengan demikian, cita-cita mewujudkan pelayanan publik yang prima dan birokrasi yang benar-benar mengabdi pada kepentingan rakyat bisa segera terwujud.Tentu saja, keberhasilan transformasi birokrasi ini bukan semata tanggung jawab pemerintah.
Masyarakat juga harus berperan aktif dengan memberikan masukan konstruktif, melaporkan penyimpangan, dan mendukung upaya-upaya perbaikan yang dilakukan. Hanya dengan sinergi antara pemerintah dan masyarakat, pelayanan publik di Indonesia bisa mencapai standar kualitas terbaik yang setara dengan negara-negara maju.
Penulis: Nindya Aura Salsabila
Program Studi Administrasi Publik
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo