Jember – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember menuai kritik tajam setelah membatalkan rapat paripurna terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jumat (16/8/2024) lalu. Pembatalan ini memunculkan spekulasi bahwa DPRD Jember mencoba “cuci tangan” dan menghindari tanggung jawab terhadap isu yang dinilai sangat penting bagi perkembangan wilayah tersebut.
“DPRD Jember sekarang mau cuci tangan, tidak bertanggungjawab dengan mempermainkan proses bernegara. Mereka menista proses dan kualitas hirarki teknokratis para pemangku kebijakan,” kata Muhammad Iqbal, doktor komunikasi politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember, Selasa (20/8/2024).
Kritik keras dari Iqbal, menyusul gagalnya sidang paripurna karena penolakan lima fraksi, yakni Fraksi Gerakan Indonesia Berkarya (GIB), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Nasional Demokrat, Fraksi Pandekar, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.
Masyarakat dan berbagai elemen sipil mempertanyakan alasan di balik keputusan tersebut, mengingat Raperda RTRW merupakan dokumen strategis yang akan menentukan arah pembangunan dan penggunaan lahan di Jember selama beberapa tahun ke depan.
Menanggapi kritik tersebut, pihak DPRD Jember akhirnya memberikan klarifikasi. Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi, menyatakan bahwa mereka ingin menghindari keputusan yang terburu-buru dan memastikan bahwa semua pihak terkait dapat menyampaikan pendapat.
Wong kita dapat waktu dua bulan kok. Kenapa tidak memaksimalkan dua bulan ini. Kalau kita maksimalkan, kita bisa memelototi peta tata ruang lebih detail lagi,” kata Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi.
Pembatalan paripurna Raperda RTRW Jember memicu kekhawatiran dan kecurigaan dari berbagai pihak. Meski DPRD telah memberikan alasan, masyarakat dan pengamat masih menuntut kejelasan dan transparansi lebih lanjut. Keputusan dalam menangani isu ini akan menjadi penentu apakah lembaga tersebut benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat atau justru sebaliknya.
(abi)