Kasus “Sebotol Air Mineral” Akankah Berujung Hanya Pengembalian Uang Negara Saja? 

Wibisono (berdiri paling kiri) dalam acara diskusi publik satu tahun LSM GeNaH. (Foto: Jatim.news)

JOMBANG, Jatim.News      –      Belum final, memang. Bahkan pemeriksaan oleh Inspektorat Jombang belum memunculkan keterangan resmi. Padahal, Pj Bupati Jombang dengan tegas memberi perintah agar guliran kasus segera diperiksa. 

Deadline tanggal 27 Maret 2024 yang dipatok tim audit Inspektorat belum diketahui jluntrungannya. Apakah deadline berujung ketaatan oleh Satpol PP dengan menyerahkan seluruh dokumen yang diminta? sejauh ini Kepala Inspektorat masih nyaman bersembunyi dibalik sikap bungkam. 

Ketua tim audit Inspektorat untuk kasus “satu botol air mineral”, Taufik Akbar Solikhin ST, tidak berani buka suara saat ditanya soal deadline 27 Maret 2024. “Ngapunten untuk konfirmasi langsung ke bapak inspektur mawon nggih, “jawabnya, Sabtu (30/3/2024).

Bacaan Lainnya

Melihat hal ini, aktivis senior yang juga penasehat Aliansi LSM Jombang, Wibisono, memastikan pihaknya akan terus mengawal kasus hingga penanganan perkara berjalan sebagaimana mestinya. 

“Jangan ada drama. Momentum ini tidak boleh dilewatkan. Ini saatnya penegakan disiplin ASN Pemkab Jombang kaitannya pengelolaan anggaran negara dilakukan, atau tidak sama sekali. Itu artinya Inspektorat jangan main-main. Kami akan terus memantau dan mengawal kasus ini, “tegasnya. 

Wibisono meminta proses pemeriksaan oleh Inspektorat dilaksanakan secara terbuka dan akuntabel, terutama hasil audit harus diumumkan ke publik. 

“Jika nanti oknum ASN terduga pelaku penyimpangan terbukti bersalah, maka penerapan sanksi harus merujuk pada PP 94/2021 terutama kategori pelanggaran berat dengan sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS alias dipecat, “ujar Wibisono.

Sebagaimana ketentuan pasal 14 huruf a PP 94/2021, tutur Wibisono, bahwa yang dimaksud pelanggaran kategori berat adalah menyalahgunakan wewenang. Sebagai sanksinya, yaitu pasal 8 angka 4 huruf C menegaskan, pelaku diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. 

Wibisono meyakini kasus “sebotol air mineral” layak disebut penyalahgunaan wewenang, sebab hal remeh-temeh seperti itu tidak mungkin terjadi akibat kelalaian. Apalagi durasinya mencapai satu tahun lebih. “Saya menduga kuat ini sebentuk kesengajaan untuk menyalahgunakan wewenang, “tegasnya.  

Wibisono mengaku tidak sepakat jika kasus ini berujung sanksi pengembalian uang negara saja. Sebab, pelaku kasus bukan kontraktor yang disediakan mekanisme denda, tetapi terduga pelaku merupakan seorang pejabat negara yang diduga menyalahgunakan wewenang.

Lalu, adakah kemungkinan dugaan penyimpangan oleh oknum pejabat Satpol PP bakal berujung tidak terbukti? Seorang Sumber menyebut kemungkinan itu selalu terbuka. Hanya saja, upaya untuk menutupi atau menetralisir itu akan berlangsung dengan tidak mudah. 

Pertama, tuturnya, diperlukan desain rekayasa digital untuk memastikan uang Rp 10 ribu per hari per orang itu sudah dibelanjakan secara elektronik katalog. Sebab, jika dokumen digital pembelian katalog tidak dikantongi, maka paket epurchasing ini menjadi cacat hukum.

Kedua, lanjutnya, kalau pun dokumen digital (transaksi katalog) bisa dipenuhi, hal itu tetap memicu masalah karena yang diterima anggota Satpol PP diduga kuat hanya sebotol air mineral. Sehingga antara dokumen pengadaan dan realisasi mamin dipastikan tidak nyambung. 

“Apalagi klaim bahwa sebotol air mineral per anggota per hari merupakan kesepakatan bersama, sejauh ini belum menjadi fakta hukum. Selain tidak ada hitam diatas putih, sampai hari ini termasuk di depan Pj Bupati, mayoritas anggota membantah ada kesepakatan. Jadi ya kita lihat saja hasil audit Inspektorat, “tuturnya. (red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *